Minggu, 28 November 2010

Rumah Idaman Charles Brookfield: Aston Bangun Hotel di Setiap Kota

Rumah Idaman Charles Brookfield: Aston Bangun Hotel di Setiap Kota


Charles Brookfield: Aston Bangun Hotel di Setiap Kota

Posted: 29 Nov 2010 01:26 AM PST

KOMPAS.com - Ketika tiba di Indonesia tahun 1997, Charles Brookfiled mendirikan Aston International dan memfokuskan pada hotel, serviced apartment, dan manajemen properti.

"Aston International merupakan perusahaan pertama di Indonesia yang mendefinisi ulang konsep serviced apartment menjadi konsep hotel harian dan memberikan fasilitas long stay," kata President dan CEO Aston International.

Stretagi yang meredefinisi industri serviced apartment ini membuat Aston tidak hanya bermain, tapi juga ingin mengubah cara bermain.

Melalui kerja keras, Aston akhirnya memindahkan kantor pusatnya dari Hawaii ke Jakarta pada tahun 2000, dengan konsentrasi penuh pada pengembangan di Indonesia dan Asia Tenggara.

Brand hotel-hotel di bawah manajemen Aston International adalah Grand Aston, hotel bintang lima dengan standar internasional tertinggi, sedangkan Royal Kamuela untuk resort mewah bintang lima.

Aston adalah brand hotel bintang empat, termasuk serviced apartment, dan resort, sementara Kamuela Villas adalah brand villa bintang empat. Aston memiliki tiga brand di kelas bintang tiga, yaitu Aston City, Aston Inn, dan Quest. Sementara di kelas bintang dua, brandnya Fave.

Berikut ini wawancara Robert Adhi Ksp dari Kompas.com dengan Charles Brookfield, President dan CEO Aston International di kedai kopi Starbucks di kawasan Kuningan, Jakarta, belum lama ini.

Charles, Anda lahir di Amerika. Bagaimana masa kecil Anda di sana?
Saya lahir di sebuah pulau kecil, Key West di Florida, Amerika Serikat. Saya tumbuh di Boston dan beberapa kota lainnya di berbagai negara bagian. Orangtua saya sudah lama meninggal dunia. Saya tak mau bicara tentang mereka.

Saya lahir pada 13 Juni 1953 sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Namun saya jarang bertemu dengan adik saya.

Masa muda saya dihabiskan di Boston, Massachussets, Amerika Serikat. Waktu itu saya merasa saya harus belajar lebih keras untuk menjadi murid yang top. Saya belajar di Boston College, sekolah yang dikelola pater Jesuit.

Dulu Anda memang bercita-cita jadi pengusaha hotel?
Ketika saya masih kecil, saya bercita-cita ingin menjadi profesor dan mengajar sejarah dan bahasa inggris di universitas.

Tapi ketika saya di college, saya berpikir harus mencari uang. Jadi saya mengganti cita-cita saya dari menjadi profesor ke pebisnis. Saya ambil mata kuliah bisnis. Dan setelah lulus, saya sempat bekerja di perusahaan konsultan bisnis di Boston selama lima tahun.

Kapan Anda bergabung dengan Aston?
Tahun 1976 saya bergabung dengan Aston, yang waktu itu masih merupakan perusahaan kecil di Hawaii, Amerika. Saya 18 tahun bekerja di sana, sempat menjadi GM hotel kecil dan kemudian Vice President Aston di Hawaii.

Setelah dipromosikan menjadi President Aston International, saya mulai mencari peluang baru. Negara mana yang perlu didatangi untuk mengembangkan Aston.

Kapan Anda mengembangkan Aston di Indonesia dan apa fokus Anda?
Saya melirik Asia. Saya melihat Indonesia yang memiliki jumlah penduduk hingga 200-an juta. Saya pikir saya mendapat tantangan untuk membangun, mengelola Aston di Indonesia.

Tahun 1997 saya datang ke Indonesia. Namun tak berapa lama, terjadi krisis ekonomi dan Presiden Soeharto jatuh. Saat itu bisnis hotel di Indonesia tidak berkembang karena tak ada yang mau datang ke hotel pada masa krisis ekonomi.

Saya ingin sekali berkompetisi dengan hotel yang memiliki brand-brand besar seperti Hyatt, Shangri-La yang punya banyak kamar dan restoran. Tapi saya lebih mencari pasar menengah dan di bawahnya.

Jakarta punya banyak hotel bintang lima, namun bintang lima di Jakarta beda dengan di Singapura. Saya lalu berpendapat Aston sebaiknya membangun hotel bintang empat dengan pangsa pasar domestik. Dan banyak kota lainnya butuh hotel bintang tiga dan bintang dua.

Mengapa Anda memutuskan masuk pasar Indonesia?
Tentu saja saya membuat riset terlebih dahulu tentang Indonesia, Filipina, Maldives dan negara lainnya. China dan India negara dengan jumlah penduduk sangat banyak. Di China, Aston butuh hubungan yang sangat kuat dengan pemerintah di sana.

Aston International merupakan perusahaan pertama di Indonesia yang mendefinisi ulang konsep serviced apartment menjadi konsep hotel harian dan memberikan fasilitas long stay.

-- Charles Brookfield

Tapi di Indonesia, demokrasi mulai tumbuh setelah rezim Soeharto jatuh tahun 1998. Jadi saya pikir saya mengambil risiko besar, gambling, dengan menanamkan uang di Indonesia.

Saat ini banyak orang berpikir wow Aston makin sukses. Tapi jangan lupa, kami memulainya sejak tahun 1997 lalu.

Apa proyek pertama Aston di Indonesia?
Proyek Aston pertama di Tanjung Benoa Bali dan Sudirman Jakarta. Aston Tanjung Benoa sempat mengalami konflik antara pemilik lama dan pemilik baru, namun Aston masih mengelola hotel itu. Sedangkan Aston Sudirman kontrak dengan Grup Lippo hanya 10 tahun. Setelah itu, karena Lippo mengembangkan bisnis hotel sendiri, Aston Sudirman tidak dikelola Aston lagi.

Kunci mengembangkan bisnis hotel di Indonesia memang harus sabar. Dan setelah Aston mulai berkembang, saya memutuskan untuk menciptakan brand baru untuk kelas hotel bintang dua, yaitu favehotel.

Mengapa Aston ikut bermain di budget hotel?

Saya melihat peluang budget hotel di Indonesia sangat besar mengingat masih sangat sedikit yang masuk pasar ini. Favehotel cocok untuk business travelers dengan small budget.

Aston sudah menandatangani 12 sampai 15 kontrak untuk favehotel. Saat ini baru dua favehotel yang beroperasi, yaitu di Denpasar dan Surabaya.

Setiap tahun kami akan buka 10 favehotel, dan dalam lima tahun ke depan dibuka 50-an favehotel baru. Favehotel juga akan dibuka di Filipina.

Aston juga merambah Langkawi, Malaysia. Bulan Juni atau Juli 2011, Aston sudah beroperasi di Malaysia.

Aston saat ini termasuk yang leading dalam industri hospitality...
Kami membuat riset pasar, kota mana saja yang perlu dibangun hotel. Kami melihat kebutuhan pasar. Dan ternyata yang dibutuhkan pasar domestik adalah hotel bintang dua dan bintang tiga. Hampir setiap kota di Indonesia butuh hotel bintang dua dan bintang tiga. Dan beberapa kota lainnya butuh hotel bintang empat.

Banyak ibu kota di dunia yang memiliki hotel butik dengan desain unik. Tapi saya melihat Jakarta belum banyak punya hotel butik bintang empat dan bintang lima. Ini tantangan dan peluang.

Saya pikir konsumen harus punya pilihan, hotel mana yang baik. Bukan hanya business travelers, tapi juga termasuk student travelers dan family travelers. Mereka butuh hotel bintang dua dengan brand global karena lebih hemat dan lebih aman.

Menurut Anda, mengapa investor memilih Aston sebagai mitra?
Alasan utama, mereka tahu kami di Aston bekerja keras. Tell me your dream, tell me your vision. Kami akan mewujudkannya. Dan rahasia ada pada service. Saya percaya ini.

Bagaimana masa depan industri hospitality di Indonesia?
Indonesia memiliki masa depan yang fantastis! Sepuluh tahun ke depan, setiap kota di daerah tingkat dua di Indonesia akan punya hotel bintang dua dan tiga. Ini ada di setiap kota.

Di Jakarta, kami melihat konsep kondominium mulai tumbuh. Dan perkembangan pesat tidak hanya ada di Bali, tapi juga di daerah lainnya, antara lain Lombok.

Saya juga melihat serviced residence dan hotel butik berkembang. Jadi 10 tahun ke depan, industri hospitality berkembang, meningkatkan pajak dan membuat konsumen punya banyak pilihan.

Bagaimana Aston menghadapi persaingan di hotel bintang dua?
Kami menghadapi kompetisi ini karena dalam industri hosipitality, kuncinya ada pada pelayanan terbaik, the best service. Jika makin banyak hotel yang bersaing, artinya pelayanan kepada konsumen akan makin baik. Ini bagus untuk konsumen.

Putra dan putri Anda, Jules Brookfield dan Tenaiya Brookfield sudah dilibatkan dalam perusahaan ini. Ke depan, Jules dan Tenaiya akan memegang kendali Aston International?
Saat ini, di bawah saya selaku President, adalah John Flood, Vice President. Tapi di masa depan, kalau saya promosikan diri saya menjadi Chairman, dan John Flood menjadi President Aston International, maka Jules akan menjadi President setelah John pensiun.

Saat ini Jules, Direktur Teknologi, mendalami bidang teknologi untuk mengembangkan Aston. Jules juga belajar Bahasa Indonesia, untuk semakin mendekatkan diri dengan masyarakat Indonesia.

Bulan Desember 2010, Jules berusia 29 tahun. Jules punya adik perempuan, Tenaiya, yang usianya dua tahun lebih muda. Sekarang Tenaiya menjadi E-commerce Manager dan tinggal di Bali. Saya beruntung kedua anak saya ada di Indonesia dan bekerja di perusahaan yang saya kembangkan.

Anda tadi mengatakan akan mempromosikan diri menjadi Chairman Aston International. Kapan itu terjadi?
Lima sampai sepuluh tahun ke depan. Saya sekarang owner Aston International. Kami punya tim yang kuat. Kami berinvestasi pada sumber daya manusia yang bagus untuk mengembangkan perusahaan ini.

Aston berencana mengoperasikan 50 hotel dalam lima tahun ke depan?
Saya harap lebih dari 50 hotel, mungkin seratus hotel. Sampai tahun 2010, Aston mengoperasikan 30-an hotel untuk semua brand.

Memang Aston kelihatan agresif, namun setelah itu kami melakukan konsolidasi, lalu melaju kencang lagi. Yang pasti, kami akan membuka hotel di mana kota itu didatangi Garuda Indonesia. Jadi Garuda menjadi indikatornya.

Tapi bagi saya, indikator lainnya adalah Starbucks. Di mana Starbucks buka, di sana ekonomi bergerak.

Saya percaya dalam 10 tahun ke depan, ekonomi Indonesia sangat kuat. Makin banyak rakyat Indonesia yang berpendidikan. Kelas menengah terus tumbuh. Dan Indonesia makin demokratis. Demokrasi merupakan hal penting bagi masyarakat dan negara Indonesia.

Anda menilai kehidupan demokrasi sangat penting di Indonesia?
Demokrasi sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Kita lihat masyarakat Amerika sangat kuat. Rakyat punya hak untuk marah pada pemerintah, punya hak untuk bicara. Ini dasar yang penting bagi negara dan pemerintah yang demokratis.

Apa saran Anda untuk Pemerintah Indonesia, bagaimana memajukan industri hospitality?

Ketika saya berkeliling dunia dan melihat sektor pariwisata sebuah negara sukses, artinya negara itu sukses. Saya percaya hal ini.

Yang penting diperhatikan adalah bagaimana pemerintah membangun infrastruktur jalan, jembatan, bandara yang bagus di setiap kota. Jika infrastruktur dibangun dengan baik, otomatis wisatawan akan terkesan dan akan kembali lagi. Indonesia butuh banyak bandara yang dinamis dan enerjik, demikian pula pelabuhan yang bagus.

Indonesia juga perlu membangun kawasan wisata seperti Disneyland dan Seaworld di banyak kota. Coba Anda lihat Singapura. Mengapa banyak wisatawan datang ke Singapura? Karena mereka sangat dinamis dan kreatif. Hotel dan resort baru dibangun. Atraksi baru dikembangkan.

Indonesia punya keindahan alam yang luar biasa. Banyak pulau yang bagus. Indonesia harus punya rencana yang matang aagr industri hospitality berkembang pesat.

Indonesia juag butuh lembaga pendidikan untuk mencetak sumber daya manusia yang bagus dalam industri hospitalty. (Robert Adhi Ksp)

This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read our FAQ page at fivefilters.org/content-only/faq.php
Five Filters featured article: Beyond Hiroshima - The Non-Reporting of Falluja's Cancer Catastrophe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar