Selasa, 13 September 2011

Rumah Idaman “Adrian Lo dan Rancangan "Ciamik" di Lahan Miring” plus 2 more

Rumah Idaman “Adrian Lo dan Rancangan "Ciamik" di Lahan Miring” plus 2 more


Adrian Lo dan Rancangan "Ciamik" di Lahan Miring

Posted: 14 Sep 2011 05:08 AM PDT

SINGAPURA, KOMPAS.com - Adrian Lo Yee Cheung dari Universitas Hong Kong berhasil memenangi Tropical Architecture Design Competition (TADC) yang diadakan oleh Building and Construction Authority (BCA) Singapura, Selasa (13/9/2011). Adrian bersaing dengan empat finalis lain, masing-masing rekan senegaranya, Singapura, Malaysia, serta India.

Menurut panitia dari BCA Singapura, Benjamin Towell, kompetisi ini diikuti total 59 peserta, termasuk delapan dari Indonesia. Menurut salah satu juri, Presiden Singapore Institute of Architecture (SIA), Ashvinkumar Kantilal, sebagai arsitek pemula mereka merancang desain yang cukup bisa merespons tuntutan bangunan ramah lingkungan, masalah sosial dan geografis yang mereka hadapi di negara masing-masing.

Sementara ihwal Adrian, Kantilal memuji rancangannya yang memanfaatkan lahan miring terabaikan dan tidak diinginkan.

"Dia juga mempresentasikannya dengan baik," lanjut Kantilal.

Bagi Adrian sendiri, kemenangan karya yang dinamainya dengan Archiotope itu bukan yang pertama. Desain awal sebagai tugas kuliahnya itu sudah memenangi kompetisi serupa di Hong Kong, salah satunya yang pernah diselenggarakan pemerintah Hong Kong.

"Di Hong Kong banyak kawasan miring ditumbuhi pohon. Saya ingin memanfaatkan itu, tetapi tidak menghilangkan pohonnya. Jadi, bentuk desainnya mengikuti kontur tanah dan pohon tumbuh," kata pemuda 25 tahun itu.

"Menurut saya, arsitektur itu tidak mengurangi lahan, tetapi justru memberi nilai tambah pada tempat itu," lanjutnya.

Bongkar pasang

Dalam rancangannya, Adrian membuat bangunan dengan sistem berundak. Setiap lantai memiliki fungsi sendiri. Lantai pertama tetap digunakan sebagai area publik, misalnya untuk anak-anak bemain atau berolahraga. Pada lantai ketiga dibuat hostel yang bisa dibongkar pasang.

"Pada puncak musim libur, hostel ini untuk menampung turis dan bisa dibongkar lagi pada off peak season," jelas Adrian.

Menurut Benjamin Towell dari BCA, kompetisi ini merupakan kali pertama diadakan oleh pihaknya.

"Kami berharap bisa digelar secara rutin. Entah, setahun sekali atau dua tahun sekali," ujarnya.

Pengumuman tentang kompetisi ini sebelumnya telah disebar ke sejumlah perguruan tinggi di Asia Pasifik sejak April 2011. Pendaftaran karya ditutup pada awal Juli lalu. Peserta bisa perorangan ataupun tim maksimal terdiri dari 10 orang.

Di tahun pertama ini, sebagai pemenang pertama Adrian berhak atas hadiah uang sebesar 3.000 dollar Singapura. Sementara juara kedua, tim dari Universitas Nasional Singapura (NSU) mendapat hadiah sebesar 2.000 dollar Singapura. Hadiah ketiga diraih Leong Kim Ling asal Universiti Kebangsaan Malaysia sebesar 1.000 dollar Singapura.

Adapun karya para peserta dinilai oleh lima juri, yang masing-masing adalah Lam Siew Wah (Deputi Direktur Kepala Industri dan Perdagangan BCA), Tai Lee siang(Presiden Singapore Green Building Council), Tang Kok Thye (ADDP Architect), Rita Soh (Presiden Dewan Arsitek Singapura), serta Kantilal.

This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers. Five Filters featured article: A 'Malign Intellectual Subculture' - George Monbiot Smears Chomsky, Herman, Peterson, Pilger And Media Lens.

Sejarah dan Generasi Kini yang Kurang Peduli

Posted: 14 Sep 2011 04:39 AM PDT

BANDUNG, KOMPAS.com - Konservasi bangunan tua yang merupakan warisan budaya bukan saja menjadi masalah di Indonesia, tapi juga permasalahan dunia. Letak permasalahan konservasi itu bukan pada anggaran atau biaya, namun kecintaan serta rasa memiliki untuk melestarikannya.

"Banyak teman saya dari negara-negara lain mengeluhkan hal yang sama. Jadi, konservasi bangunan tua bersejarah bukan hanya masalah di Indonesia," kata Frances B. Affandy, Executive Director Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung atau sering disebut dengan Bandung Heritage Society di Bandung, akhir pekan lalu.

Namun, lanjut Frances, letak permasalahan konservasi umumnya bukan pada anggaran atau biaya, melainkan kecintaan serta rasa memiliki.

"Rasa memiliki serta kecintaan akan sejarah itu yang kurang dimiliki oleh generasi sekarang. Karenanya, mereka langsung memugar bangunan tanpa mengerti bangunan tersebut memiliki nilai historis tinggi. Anggaran atau pembiayaan bangunan tua itu bukan masalah, uang bisa dicari, pendonor bisa digerakkan," ujarnya.

Penggiat di Bandung Heritage Society ini mengatakan, konservasi bangunan bersejarah di Bandung bisa dicontoh kota-kota lainnya, seperti Jakarta. Meskipun banyak juga bangunan tua dipugar, Bandung masih memiliki banyak bangunan bersejarah seperti karya Shoemaker, yaitu Vila Isola, Hotel Preanger, Gedung Merdeka dan lainnya.

"Jakarta sebenarnya kaya dengan bangunan peninggalan sejarah, seperti Kota Lama. Tapi, mengapa lebih sulit melakukan konservasi bangunan di Jakarta ketimbang di Bandung. Kita harus benar-benar berjuang untuk konservasi Kota Lama," ujarnya.

This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers. Five Filters featured article: A 'Malign Intellectual Subculture' - George Monbiot Smears Chomsky, Herman, Peterson, Pilger And Media Lens.

Surabaya Marak Apartemen Mewah

Posted: 14 Sep 2011 04:12 AM PDT

JAKARTA, KOMPAS.com - Surabaya memang potensial dan semakin menyusul Jakarta. Bukan cuma pertumbuhan penduduknya, melainkan juga sektor propertinya.

Bagi developer, kemacetan lalu lintas dan gaya hidup di pusat Kota Pahlawan memberi peluang bisnis. Salah satunya lewat pembangunan apartemen.

Tahun ini setidaknya tiga pengembang raksasa membangun apartemen strata title. Salah satunya PT Intiland Development Tbk (DILD).

Menurut Archied Noto Pradono, Direktur Manajemen Investasi dan Modal Intiland, kemacetan jadi persoalan serius di Surabaya. Mobilitas masyarakat meningkat. Dia melihat, kelompok masyarakat bermobilitas tinggi memerlukan hunian yang gampang terjangkau.

"Tinggal di apartemen sudah jadi pilihan terbaik. Orang ingin huniannya senyaman perumahan, tapi juga ingin akses ke kantor dan pusat bisnis tetap gampang," kata Archied, Rabu (14/9/2011).

Bagi pengembang, dulunya apartemen di Surabaya tidak begitu memberi peluang bisnis. Sebutlah misalnya, Ciputra dan Intiland yang sempat membangun apartemen tahun 1996. Kini, keduanya kembali membangun apartemen setelah melihat makin pesatnya perkembangan Surabaya.

Saat ini Intiland menyiapkan Apartemen Sumatra 36 di Jalan Sumatra, Surabaya. Menurut Archied, Jalan Sumatra termasuk kawasan elite dan bergengsi di Surabaya. Itu sebabnya emiten properti itu menyasar pembeli kelas atas.

Menurut Archied, Sumatra 36 tergolong eksklusif karena cuma menyediakan 63 unit apartemen. Harganya mulai Rp 1,5 miliar - Rp 2 miliar per unit. Saat ini sedang tahap presales. Apartemen Sumatra 36 menempati lahan seluas 2.358 meter persegi (m2). Tiap kamar berukuran 94 m2 hingga 147 m2 untuk tipe penthouse.

"Seperti memindahkan rumah keluarga ke lokasi perkantoran. Jadi fungsinya tidak cuma untuk tempat tinggal," ujar dia.

Archied melanjutkan, agar Sumatra 36 terasa seperti perumahan, pihaknya mengalokasikan 60% total lahan untuk lanskap hijau. Tujuannya, memuaskan penghuni yang mendambakan lingkungan asri, nyaman, dan aman. Selain dekat areal perkantoran, apartemen Sumatra 36 dikelilingi pusat perbelanjaan, pusat hiburan keluarga, hotel berbintang, dan rumah makan berkelas. Menurutnya, lokasi itu sangat strategis dan menjadi poin unggul berjualan apartemen.

Sementara itu, PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) juga segera meluncurkan apartemen mewah pada Oktober 2011 mendatang. Lokasinya terintegrasi dengan Superblok Tunjungan City. Apartemen ini didesain satu bangunan dengan mal dan kantor bernama Tunjungan Plaza 5. Minarto Basuki, Direktur Pakuwon, bilang, TP5 didesain berlantai 50.

"Mal dan kantor di bawah, apartemen di atasnya, jadi lengkap dan bisa menjawab kebutuhan penghuni apartemen. Mereka bisa ke mal, mereka juga bisa dekat berkantor," ujar Minarto.

Pengembang lain adalah PT Ciputra Surya Tbk (CTRS). Pengembang ini sudah lebih dulu membangun dua menara apartemen kelas atas di Jalan Mayjen Sungkono. Dari 417 unit yang dibangun tersisa sekitar 14 unit saja belum terjual. Saat ini, Ciputra sudah siap menjual menara apartemen ketiga di lokasi sama.

Menurut Sutoto Yakobus, Direktur Ciputra Surya, target pasar tidak berubah. Untuk menara apartemen yang baru, ada 200 unit yang ditawarkan dengan harga Rp 1,7 miliar - Rp 3 miliar.

Menurut Sutoto, jika menara lama luas per unit berkisar 120 m2, yang terbaru mencapai 145 m2 atau berisi 3 kamar. Ia yakin, apartemen mewah di lokasi tersebut cepat terjual, karena lokasinya potensial. Ciputra menargetkan semester II-2011 penjualan menara ketiga bisa dimulai.

"Bukan cuma karena Jalan Sungkono atau barat Surabaya ini macet, tapi tinggal di apartemen sudah jadi gaya hidup. Banyak keluarga muda ingin tinggal dekat kantor dan dekat mal. Ada juga yang berpikir sudah repot kerja enggak perlu cape urus rumah, makanya apartemen menjadi pilihan," papar Sutoto. (Maria Rosita)

This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read the FAQ at fivefilters.org/content-only/faq.php#publishers. Five Filters featured article: A 'Malign Intellectual Subculture' - George Monbiot Smears Chomsky, Herman, Peterson, Pilger And Media Lens.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar