Sabtu, 19 Maret 2011

Rumah Idaman “Nico Kasan: Grand Zuri Ingin Buka di Semua Ibukota Provinsi” plus 2 more

Rumah Idaman “Nico Kasan: Grand Zuri Ingin Buka di Semua Ibukota Provinsi” plus 2 more


Nico Kasan: Grand Zuri Ingin Buka di Semua Ibukota Provinsi

Posted: 19 Mar 2011 10:34 PM PDT

KOMPAS.com – Grand Zuri belum dikenal banyak khalayak. Namun jaringan hotel milik pengusaha Indonesia Nicodemus Kasan Kurniawan ini sudah mulai unjuk gigi. Dalam 10 tahun ke depan, Grand Zuri yang dibangun kali pertama di Riau ini, direncanakan beroperasi di semua ibukota provinsi di Indonesia. Nico, yang menjabat Presiden Direktur Grand Zuri Group dan bermitra dengan beberapa pengusaha lainnya, bertekad memperluas jaringan hotel ini ke seluruh Indonesia.

"Mengelola hotel itu ibaratnya mengurus rumah besar. Masak orang Indonesia tidak mampu mengelola sendiri hotel?" kata Nicodemus dalam percakapan dengan Kompas.com pekan lalu di Pekanbaru, Riau. Namun ia mengaku tak pernah belajar perhotelan secara khusus.

Lahir di Ketamputih, sebuah desa di Bengkalis, Provinsi Riau, tahun 1959, Nicodemus Kasan Kurniawan, lulusan Teknik Sipil Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung tahun 1984 ini, pernah menjabat Sekretaris REI Riau tahun 1992 dan Wakil Ketua REI Riau tahun 1995. Begitu lulus dari Unpar Bandung, Nico langsung balik kampung, menjadi kontraktor dan membangun daerah.

Berikut ini hasil percakapan dengan Nicodemus Kasan Kurniawan, Presiden Direktur Grand Zuri Group oleh Robert Adhi Kusumaputra dari Kompas.com.

Anda sebelumnya pengembang perumahan, yang kemudian terjun dalam usaha perhotelan. Mengapa?
Saya terjun dalam usaha properti sejak tahun 1990. Saya membangun banyak perumahan menengah dan menengah atas di Pekanbaru. Mengapa saya masuk ke bisnis perhotelan? Saya melihat bahwasanya secara nasional, jaringan hotel nasional belum begitu banyak dan kurang begitu berkembang. Jadi kami melihat ada peluang. Kami membangun, mengelola hotel, dan sekarang sudah berkembang menjadi jaringan hotel nasional.

Menurut saya, ironis kalau untuk mengurus hotel saja harus orang asing yang melakukannya. Seharusnya orang Indonesia bisa. Hotel kan sebetulnya sama dengan rumah besar, yang kamarnya banyak, orangnya banyak, ruang makannya besar, dapur besar. Jadi jangan kita persulit cara berpikirnya.

Dan hotel kan sebenarnya bagian dari properti juga, tapi banyak developer tidak mau masuk ke hotel karena investasi di hotel tidak secepat membangun rumah. Membangun dan mengelola hotel belum tentu kembali dalam lima tahun.

Kapan Anda mulai merintis Grand Zuri?
Saya mulai membangun Hotel Grand Zuri di Jalan Teuku Umar Pekanbaru sejak tahun 1997. Namun karena krisis ekonomi, hotel itu baru selesai tahun 2003. Hotel ini tadinya bintang tiga, kemudian jadi bintang empat.

Tahun 2004, kami membangun hotel bintang dua, Hotel Pelangi, yang nanti akan berganti nama menjadi Zuri Express, di Jalan Gatot Subroto, Pekanbaru. Kami membangun Grand Zuri bintang tiga di Duri tahun 2004 dan di Dumai tahun 2006.

Okupansi hotel-hotel ini memang tinggi pada hari kerja, Senin sampai Jumat. Banyak orang tidak mendapat kamar jika memesan untuk hari-hari kerja. Namun pada akhir pekan, okupansi rendah.

Kapan Grand Zuri berekspansi ke luar Riau?
Tahun 2007, kami mulai melakukan ekspansi ke luar Riau. Kami membuka Grand Zuri di kawasan industri Jababeka di Jawa Barat, setelah teman saya yang menjadi salah satu direksi di sana mengajak kerja sama.

Tahun 2008, saat terjadi krisis ekonomi global, kami menahan diri. Baru kemudian Maret 2010, kami mulai agresif lagi. Pada tahun 2010, kami membuka hotel Grand Zuri di Palembang (bintang tiga plus) dan Hotel Premiere, bintang empat plus, di mana kamarnya mewah setara dengan hotel bintang lima.

Apa rencana pengembangan Grand Zuri pada tahun 2011 ini?
Yang sudah beroperasi tujuh hotel, dan tiga sedang dibangun, jadi sudah 10 hotel yang dikelola Grup Grand Zuri. Nah pada tahun 2011 ini, kami akan mengoperasikan Hotel Grand Zuri di BSD City, Serpong, Tangerang. Lokasinya di seberang Wisma BCA dan tak jauh dari Ocean Park. Pembangunan hotel ini dikerjakan awal Maret 2011.

Grand Zuri BSD akan menjadi hotel bintang empat supaya market-nya agak beda dengan Santika di Teras Kota, yang tak jauh dari lokasi hotel kami. Grand Zuri BSD memiliki ballroom seluas 400 meter persegi, bisa untuk gathering perusahaan dan seminar kecil, berkapasitas 300-an orang. Kami akan memasang harga mulai dari Rp 600.000. Mengapa kami mengoperasikan Grand Zuri di BSD karena setiap kali ada peluang, kami mengambil peluang itu. Investor hotel ini orang BSD, yang lebih percaya pada kami untuk mengelola hotel ini.

Tahun 2011 ini juga, kami akan mengoperasikan Hotel Zuri Express, hotel bintang dua, di Palembang. Sebelum SEA Games dimulai November, hotel ini sudah buka. Jadwalnya pada akhir Maret.

Selain itu kami sedang mengurus perizinan pembangunan Zuri Express di Padang.

Di Padang, pasca-gempa bumi lalu, banyak orang keluar dari Padang, tapi Grand Zuri malah masuk ke Padang. Mengapa?
Karena kami ingin menjadikan tantangan sebagai peluang. Kami membangun hotel di Padang dengan struktur dijadikan seperti pembangkit listrik. Jadi setiap kali terjadi gempa, listrik yang padam, dua tiga hari hidup lagi. Struktur ini dibuat oleh ahli gempa Prof Dr Ir Iman Shatyarno ME dari UGM. Dia yang desain. Dan dia tidak hanya mendesain, tapi juga mengawasi desainnya.

Bahan interior dibuat dengan yang akrab dengan gempa. Contohnya kaca, temper kaca pecah jadi jagung seperti kaca mobil, sehingga tidak bahayakan jika pecah. Kami juga tidak menggunakan lampu- lampu di atas. Semua lampu dinding.

Kami juga menyediakan helipad untuk kondisi darurat. Bayangkan, Zuri Exppress adalah hotel bintang dua plus, tapi ada helipad.

Hotel Zuri Express dibangun empat lantai. Di sini ada dinding penahan gempa, yang biasanya digunakan pada bangunan tinggi lebih dari 8 lantai. Dengan demikian, Zuri Express di Padang lebih terjamin kekuatan struktur. Kami .memang tidak jamin saat ada gempa, tak ada apa apa. Yang pentng kami sudah berusaha.

Anda tidak menyebut Zuri Express sebagai budget hotel, tapi lebih suka smart hotel. Mengapa?
Benar, Zuri Express bukan budget hotel, tapi smart hotel. Karena sanitary yang kami gunakan mereknya Toto, tempat tidurnya King Koil, TV LCD, handuk standar bintang empat. Jadi hotel ini tarif bintang dua, rasa bintang empat.

Mengapa Anda memilih nama Grand Zuri?
Grand Zuri itu artinya beauty, heaven, nyaman. Saya kutip dari bahasa asing tapi, terus terang saya pun lupa. Saya baca nama itu di sebuah suratkabar. Ketika mencari nama untuk hotel itu, pertama kali sangat susah karena ternyata banyak nama yang sudah dihakpatenkan. Nama "Pelangi" atau "Legenda" sudah dihakpatenkan oleh orang lain. Akhirnya saya mendapat nama Grand Zuri ini.

Anda optimistis dengan masa depan Grand Zuri?
Yah, kami belajarlah, Kalau tidak berani, kapan mulainya? Kalau tidak mencoba, kapan bisa? Jadi semua belajar. Kebetulan saya didukung staf-staf yang ahli dalam bidang perhotelan dan nasionalisme mereka tinggi. Jadi menurut saya, tak perlulah orang asing kalau sekadar membangun dan mengelola hotel bintang dua, tiga, empat.

Anda sebelumnya pengembang perumahan. Apa saja yang Anda bangun pada awalnya?
Sebelumnya saya pengembang yang membangun perumahan real estate Villa Garuda Mas, yang dibangun antara tahun 1990 dan 1997 sebanyak 150 unit. Ini rumah menengah atas. Saya juga pengembang yang membangun perumahan menengah atas Villa Duyung (100 unit), Villa Paus (dibangun mulai tahun 1993, jumlahnya ratusan unit dan sampai sekarang masih dibangun). Jadi saya membangun perumahan, mulai dari RSS, ruko, sampai rumah mewah di Pekanbaru.

Saya menjadi pengembang sejak tahun 1987. Saua memulainya dengan membangun rumah untuk pegawai-pegawai Caltex (sekarang Chevron). Perusahaan itu punya program home and ownership training. Jadi rumah itu menjadi milik karyawan, bukan rumah dinas. Selama tiga tahun, saya membangun 300-an rumah.

Modal membangun hotel Grand Zuri diperoleh dari sisa pembangunan rumah di masa lalu.

Bagaimana Anda melihat pasar properti di Riau saat ini?
Menurut saya, sebenarnya pasar properti di Riau sudah jenuh. Bisnis properti di Riau cukup berkembang, tapi daya beli masih terbatas. Teman-teman pengembang yang tergabung dalam REI mengembangkan RSH, dan kini pasar agak jenuh.

Jika Grup Ciputra bisa menjual rumah CitraLand laris, ini hebat. Ada tren orang membeli rumah sebagai investasi, karena sangat yakin harga akan naik. Ini kelebihan Pak Ciputra.

Tahun 1980-an, properti di Riau belum berkembang, hanya untuk kebutuhan perusahaan besar seperti Caltex. Tahun 1990-an mulai bagus, Tapi begitu krisis, developer manapun babak belur. Tahun 2000-an, mulai tahun 2001-2002, sektor properti bangkit lagi. Sampai tahun 2006, bisnis properti di Riau slow down karena sebenarnya dengan jumlah penduduk 800.000 orang seperti sekarang, kebutuhan properti tidak begitu besar.

Grup Ciputra masuk ke Riau pada saat yang tepat. Timing-nya tepat. Ketika di dalam kota Pekanbaru, sudah sulit mendapatkan tanah. Memang sejak tahun 2005, orang sudah susah mencari tanah. Kalau Grup Ciputra membangun perumahan CitraLand berbarengan dengan Mal Ciputra, lain ceritanya.

Apa rencana Grup Grand Zuri dalam lima tahun ke depan?
Saya akan mengoperasikan hotel dengan brand Grand Zuri, Zuri Express, Premiere ke seluruh kota-kota di Indonesia. Saya akan membawa Grand Zuri menjadi jaringan nasional. Supaya Grand Zuri bukan hanya aset daerah Riau, tetapi aset nasional.

Supaya kue hotel tak hanya dinikmati asing, tapi juga orang Indonesia. Sudah banyak investor yang mengajak saya bekerja sama, tapi saya sangat selektif. Saya tidak mau kurang matang dalam kerja sama sehingga dalam perjalanan ada masalah.

Mengapa Anda ingin menjadikan Grand Zuri, jaringan hotel nasional?
Mengapa saya mau menjadikan Grand Zuri jaringan nasional karena untuk menunjukkan bahwa orang Indonesia mampu. Tak usah besar, tak usah cepat, tapi bisa bagus, dan menunjukkan bahwa orang Indonesia bisa.

Sumber daya manusianya semua orang Indonesia, semua lulusan perhotelan, atau semua sudah berpengalaman kerja di hotel puluhan tahun, dan punya semangat. Mari kita buktikan bahwa kita bisa.

Menurut Anda, apa kelebihan Grand Zuri?
Kami membantu dalam urusan konstruksi. Jadi investor seolah-olah membangun sendiri hotelnya. Dengan latar belakang saya teknik sipil, saya bisa membuat investasi jauh lebih murah. Kami bisa menekan biaya sampai 15-20 persen. Seperti kami membangun Zuri Express, biayanya Rp 200 juta per kamar dengan spesifikasi yang lebih bagus.

Investor yang mau membangun hotel, kami beri panduan bagaimana agar biaya bisa lebih murah. Pertama, dengan pengalaman saya 20 tahun menjadi kontraktor di Caltex, saya bisa memilih material lebih efisien, bisa cari supplier lebih murah dari tangan pertama.

Dan Grand Zuri adalah jaringan hotel nasional plus. Artinya kalau dalam pengelolaan hotel, okupansi di bawah 50 persen, kami tidak menerima insentif fee karena pada saat itu kami yakin investor tidak happy pada bisnisnya. Saya juga investor sehingga bisa ikut merasakan menjadi kondisi investor itu seperti apa.

Kami sudah banyak melakukan kerja sama dengan supplier seperti dengan King Koil, sehingga semua tempat tidur Grand Zuri memiliki merek sendiri "Zuri Dream by King Koil".

Ada rencana melibatkan anak-anak mengelola Grand Zuri di masa depan?
Ketiga anak saya sudah menyelesaikan pendidikan tinggi,. Anak pertama lulusan Arsitektur Interior UNSW, anak kedua lulusan Property and Finance CURTIN University, dan anak etiga lulusan Finance UNSW.

Mereka sedang bekerja. Anak terakhir masih bekerja di Ernest and Young untuk mencari pengalaman, supaya mereka tahu bekerja yang benar itu seperti apa. Mudah-mudahan pada waktunya mereka siap mengelola Grand Zuri. (Robert Adhi Kusumaputra)

This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read our FAQ page at fivefilters.org/content-only/faq.php
Five Filters featured article: Comment Is Free But Freedom Is Slavery - An Exchange With The Guardian's Economics Editor.

Pembebasan Tol Pekanbaru-Dumai Belum Tuntas

Posted: 19 Mar 2011 04:10 PM PDT

DUMAI, KOMPAS.com — Pembebasan kawasan jalan tol atau jalur bebas hambatan yang menghubungkan antara Kota Pekanbaru dan Kota Dumai, Riau, yang dicanangkan pemerintah pusat sejauh ini belum tuntas. "Hal ini disebabkan dana yang dialokasi oleh pusat hanya Rp 142 miliar dan tidak mencukupi," kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Dumai Zulkifli Said di Dumai.

Sementara setelah dihitung-hitung, dana yang akan dihabiskan untuk pembangunan jalan tol sepanjang 134 kilometer itu mencapai Rp 475 miliar. Dari jalur rencana yang menjadi lintasan tol, kata Zulkifli, lahan yang harus dibebaskan yakni seluas 1.348 hektar. "Untuk pembebasan lahan seluas ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit sehingga harus melalui rundingan setiap daerah yang menjadi lintasan tol," jelasnya, Kamis (17/3/2011).

Berdasarkan hasil rapat bersama pejabat di Pemerintah Provinsi Riau, katanya, provinsi nantinya berencana membantu pendanaan pembebasan lahan sebesar Rp 14 miliar. Sementara untuk Dumai diminta untuk menambahkan anggaran sebesar Rp 5 miliar. "Begitu juga Pekanbaru, juga diminta membantu Rp 5 miliar. Untuk daerah lainnya, seperti Siak dan Bengkalis, diminta lebih besar lagi, yakni masing-masing sebesar Rp 10 miliar," imbuhnya.

Kepala Bidang Bina Marga di Dinas PU Kota Dumai Endra Gunawan menambahkan, dalam proses pembangunan jalan tol Pekanbaru-Dumai diperkirakan lahan yang terpakai yakni seluas 1.348 hektar, dengan panjang 134.8 kilometer dan lebar 100 meter. Dari luasan tersebut, Pekanbaru dijatahi tangung jawab pembebasan lahan seluas 55 hektar, Bengkalis 520 hektar, Siak 495 hektar, dan Dumai seluas 278 hektar. "Kondisi ini juga yang menyebabkan pembebasan lahan sedikit lamban, tetapi ditargetkan tahun ini akan tuntas," jelasnya.

This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read our FAQ page at fivefilters.org/content-only/faq.php
Five Filters featured article: Comment Is Free But Freedom Is Slavery - An Exchange With The Guardian's Economics Editor.

Realisasi Rusunawa di Malang Terhambat Harga Tanah

Posted: 19 Mar 2011 04:04 PM PDT

MALANG, KOMPAS.com — Realisasi pembangunan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Desa Pagentan, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur, masih terhambat harga lahan yang dinilai terlalu tinggi.

Kepala Kantor Perumahan Kabuapten Malang Wahyu Hidayat, Sabtu (19/3/2011), mengakui, harga lahan yang harus dibebaskan cukup mahal, mencapai Rp 2,5 juta per meter persegi. "Sebelumnya kami tawarkan harga Rp 400.000 per meter persegi, namun warga menolak mentah-mentah. Akhirnya harus kami putuskan, sebab untuk mencari lahan alternatif sudah terlambat karena Kementerian Perumahan Rakyat (Kempera) memberi waktu batas akhir penyelesaian pembebasan lahan akhir Juli 2011," katanya.

Lahan yang dibutuhkan untuk akses jalan menuju rusunawa itu seluas 1.360 meter persegi. Jika memaksakan rusunawa dibangun di Desa Pagentan, anggaran yang harus dikeluarkan Pemkab Malang untuk pembebasan lahan cukup besar, yakni mencapai Rp 3,4 miliar. Sementara lahan untuk pembangunan rusunawa yang mencapai 128 unit itu seluas 1,9 hektar dan lahan tersebut merupakan aset pemkab setempat. Dipilihnya Desa Pagentan itu karena Pemkab Malang sudah memilih lahan di kawasan tersebut.

Wahyu mengatakan, jika pembebasan lahan milik warga tersebut tidak tuntas pada akhir Juli mendatang, maka anggaran bantuan dari pemerintah pusat sebesar Rp 12 miliar akan dialihkan ke kota atau kabupaten lain. Ia mengakui, pembangunan rusunawa yang diputuskan tetap di Pagentan itu, selain karena faktor deadline dari Kempera pada akhir Juli 2011, lokasi tersebut juga dinilai paling strategis, apalagi tim survei dari Kempera juga sudah datang ke lokasi dan menyetujui.

Selain membangun rusunawa, Pemkab Malang juga akan membangun rumah sederhana tapak (RST) lebih dari 5.000 unit yang dikerjakan oleh 10 pengembang. Untuk pembangunan RST tersebut, pengembang mendapatkan subsidi dana untuk sarana dan prasarana dari pemerintah pusat senilai Rp 12,2 miliar. "Kami upayakan pembangunan tempat tinggal bagi warga baik rusunawa maupun rumah sederhana tapak segera terealisasi. Sebab, kebutuhan ketersediaan tempat tinggal bagi masyarakat masih cukup tinggi, yakni sekitar 41.000 unit atau kepala keluarga (KK)," ujarnya.

This entry passed through the Full-Text RSS service — if this is your content and you're reading it on someone else's site, please read our FAQ page at fivefilters.org/content-only/faq.php
Five Filters featured article: Comment Is Free But Freedom Is Slavery - An Exchange With The Guardian's Economics Editor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar